MIMPI JAHANAM

Monday, February 28, 2011

Tidak ada orang tua di belahan manapun di planet ini yang tidak menginginkan anugerah berwujud anak cerdas. Mungkin itulah alasan sebagian orang tua dari kalangan mampu cenderung konsumtif akan segala jenis dan merk vitamin peningkat daya kerja otak, dengan harapan kecerdasan akan muncul kepada anak mereka yang ternyata kurang cerdas. Sementara yang lain mengirim anak-anak mereka untuk les privat ini itu, meski sang anak berulang kali jatuh sakit kelelahan. Mereka beranggapan bahwa kecerdasan identik dengan nilai-nilai indah di bangku sekolah. Sedangkan nilai-nilai indah, apalagi kalau bisa instan lulus sebelum waktunya, adalah jaminan mendapat pekerjaan bermasa depan cerah. Berangkat dari asumsi semua pekerjaan bermasa depan cerah adalah semua pekerjaan yang menghasilkan uang melimpah ruah, terang benderang bahwa para orang tua sudah jengah dengan kondisi ekonomi yang belakangan kian jauh dari sejahtera dan berharap cemas agar anak-anak mereka jangan sampai terjerembab ke liang bencana yang sama.


Di masa sekolah kita dulu, anak-anak ber-IQ ( intelligence quotient ) tinggi menjadi anak emas guru kelas dan kebanggaan orang tuanya. Sekarang trend itu sudah bergeser. Usut punya usut, anak dan atau orang dewasa yang cerdas itu ternyata adalah mereka yang juga ber-EQ ( emotional quotient ) tinggi.
IQ ( kosien kecerdasan ) merupakan potensi genetik yang terbentuk saat lahir dan menjadi mantap pada usia tertentu saat pra-pubertas, dan sesudah itu tidak dapat lagi dikembangkan atau ditingkatkan. Sebaliknya, EQ ( kecerdasan emosi ) bisa dipelajari, dikembangkan dan ditingkatkan pada segala umur ( Shvoong.com ). Kalau IQ mengangkat fungsi pikiran, EQ mengangkat fungsi perasaan. Orang yang ber-EQ tinggi akan berupaya menciptakan keseimbangan dalam dirinya; bisa mengusahakan kebahagian dari dalam dirinya sendiri dan bisa mengubah sesuatu yang buruk menjadi sesuatu yang positif dan bermanfaat ( Selayang Pandang IQ, EQ dan SQ ; Oleh: Ubaydillah, AN
Jakarta, 19 Mei 2004, Detik Forum ).
Maka, beruntunglah mereka kaum yang tidak cuma punya IQ , namun juga ber-EQ tinggi. Yaitu mereka yang dianugerahi kemampuan dan berhasil mempertemukan antara ujung emosi dengan pangkal akal.
Berangkat dari konklusi bahwa manusia seutuhnya adalah yang mampu menyetarakan baik IQ, EQ sekaligus SQnya, maka tidak apa-apa kan kalau saya tuliskan disini : orang-orang yang mendadak brutal karena hal-hal sepele, remeh dan uncertain adalah belum atau setengah manusia ?

Delusi Sensasi
Gamers online sedunia maya dewasa ini tak ada yang tak kenal dengan Point Blank, Crossfire, SEAL, Perfect World, dlsb., yang merupakan sebagian kecil game online ternama yang digemari anak muda segala usia. Seperti ada kebanggaan tersendiri kala berhasil mengheadshot musuh hingga darahnya muncrat kesana-sini. Bukan hanya kenaikan pangkat ( peringkat ), namun juga gengsi di mata kawan-kawan sebaya. Dunia game online sudah menjelma jadi rumah kedua mereka, para manusia kecil yang butuh tempat untuk membantai mampus rasa kesal dan frustasi bertumpuk akibat omelan guru dan amarah orang tua.
Di jejaring sosial Facebook ada permainan Texas Hold’em Poker dan Glamble Poker yang biasanya dimainkan para neters usia dewasa dan remaja. Permainan ini sempat diidentikkan dengan judi, karena sang pemenang bisa mengantongi chip bernilai M ( miliar )-M an. Anggapan itu jelas keliru karena chip tidak bisa diuangkan dan hanya bisa dipakai untuk bermain dari satu meja ke meja lain yang nilai blind ( taruhan )nya lebih tinggi/ rendah. Permainan ini memungkinkan para pemain untuk bermain satu meja dengan teman-teman FBnya, mendapat kenalan pemoker bule dan mendapat kiriman chip jika mereka kalah taruhan. Meskipun hanya uang-uangan, namun sensasi jadi pecundang , sejam kemudian jadi pemenang, mampu membikin dada deg-degan dan lupa sejenak akan kejaran penagih utang.
Kaum pendidik dan pengamat sosial telah ratusan kali memfatwakan buruknya efek internet. Tapi itu toh belum berhasil menjauhkan kita dari layar monitor. ‘ Kehidupan ‘ lain di sana, di dalamnya lebih mengasyikkan dibanding disini, jagad kasunyatan yang lebih sering pahit. Ada yang bilang itu semua jebakan maya dan sengaja dibuat demi mengisi kantong tebal seseorang. But, who cares ? Sejak kapan dalam sejarah hidup manusia, kegiatan menyenangkan diri sendiri minus cawe-cawe ( ikut campur ) orang ketiga, keempat, kesepuluh, dst. menjadi sesuatu yang dilarang dan dihukum berat ? Misalnya, kasus Ariel Peterpan. Vonis 3,5 tahun untuk seorang maniak seks jauh lebih berat daripada koruptor kelas kebo. Rasa-rasanya tidak dapat ditemukan di belahan Bumi manapun selain Indonesia.
Apabila nafsu ( syahwat, angkara dan riba’ ) mampu memupuk delusi tumbuh tinggi besar dan mendatangkan sensasi luar biasa pada para penderitanya, maka logis kan kalau saya katakan takut dan ketakutan juga sama berbahayanya ? Misalnya, Anda takut dan gilo ( sangat jijik ) sama yang namanya tikus. Dan Anda benci sekali mengapa binatang sekecil itu tega mendatangkan rasa takut setengah mati. Jadi Anda pun jadi tak merasa bersalah jika di kemudian hari, mempersonifikasikan sosok pemakan uang yang bukan haknya alias koruptor, ibarat tikus pula. Toh mereka sama-sama menjijikkannya, pikir Anda. Padahal para koruptor juga punya keluarga dan anak cucu, yang sangat mungkin akan sakit hati kalau tahu ayahanda, ibunda, paman, bibi, kakek atau nenek mereka disamakan dengan tikus. Sakit hati tanpa disertai penerimaan sama dengan menanam bibit dendam. Sedangkan memelihara dendam adalah sama dengan menumpahkan berkilo liter bensin dan menunggu nyala korek api nyasar memberangus semuanya. Coba bayangkan bila suatu hari nanti keluarga para koruptor itu bersatu padu mengumpulkan dana dan berhasil memobilisasi massa untuk balik mendemo kita para penonton, trus mendadak demonya rusuh, lempar-lemparan batu, bakar-bakaran, dll. Aduduh .. !

Mengobati Mimpi
Di suatu pagi secara tak sengaja saya membaca sebuah tinjauan di situs Kompas.com berjudul Ekonomi RI Masuki Pertumbuhan Emas ( 25/02 ). Disitu tertulis kutipas seorang pejabat pemerintah : ”Komoditas mengalami kenaikan harga, demikian juga dengan sektor mining. Peningkatan harga tersebut membuat pasokan uang bertambah. Akibatnya daya beli masyarakat pun ikut naik,” . Oh, alangkah indahnya, batin saya. Tak seorangpun warga di negara manapun enjoy dengan label ‘ prasejahtera ‘, ‘melarat ‘, ‘ terpinggirkan ‘, ‘ marjinal ‘ dan seabrek sebutan mengenaskan lainnya. Manakala pihak-pihak berwenang mengucap optimisme perubahan kesejahteraan, saya yakin rakyat turut senang. Artinya, orang-orang pilihan mereka di pemerintahan ternyata masih punya komitmen untuk mengorganisir segenap kemampuan, sumber daya, modal, ilmu, ( dan mimpi ) hingga titik darah penghabisan guna menegakkan kemakmuran merata.
Mimpi dan bermimpi tidak ada yang melarang. Karena aktifitas ini adalah hak pribadi tiap manusia hidup, dan mungkin perlu dimasukkan dalam salah satu kategori hak asasi manusia untuk menjamin kerahasiaannya ( mimpi indah, mimpi buruk, mimpi lain-lain .. ). Dugaan sementara menyebutkan relasi kuat antara dunia nyata dan mimpi. Perasaan senang, sedih, kecewa, takut , khawatir, bersalah maupun tertekan di masa lalu dan sekarang tidak serta merta hilang bersama hari, bulan dan tahun berganti. Jejak-jejaknya terselip di sela-sela otak dan ia akan menggeliat bangun dalam tidur kita. Mencari pengakuan dan mengingatkan si penderita mimpi akan keberadaannya.
Jika mimpi-mimpi manis adalah pertanda harapan, cita-cita dan keinginan yang belum tercapai, maka mimpi buruk adalah pertanda ketidaknyamanan suasana batin kita sendiri. Tidak nyaman, ganjalan dan kurang sreg artinya diri sejati Anda masih berfungsi baik untuk merasakan sesuatu yang kurang benar pada langkah dan gerak keseharian Anda. Namun sungguh tidak mudah untuk mencari sumber masalah, apalagi membabat habis hingga ke akar-akarnya. Karena tanpa pengakuan telah mencederai kenyamanan batin sendiri, maka selamanya kita hanya terjebak pada lingkaran klise, menyalahkan orang-orang luar atas tragedi yang kita alami.
Jika mimpi buruk adalah jamu mustajab untuk membangunkan si tukang molor dari tidurnya, maka mimpi indah membikin kita betah berkelana di alam tidur selamanya. Tidak usah buru-buru bangun. Tidak usah bekerja keras mencari uang penutup lubang hutang, karena toh sudah bisa mimpi indah.
Iya ? Tidak usah hidup aja sekalian …

0 comments:

Post a Comment