PERTEMUAN

Tuesday, September 7, 2010


Saya pegang ajaran Multatuli bahwa kewajiban manusia adalah menjadi manusia
( Pramudya Ananta Toer )

            Saat manusia mini berbentuk jabang bayi dipaksa keluar dari rahim hangat ibundanya, ia menangis tersedu-sedu. Selama ini kita mengira dia menangis karena kedinginan, atau terkejut matanya mendadak silau oleh cahaya. Kepercayaan tradisional Jawa mengatakan, bayi yang baru lahir menangis karena harus berpisah dengan ‘ saudara-saudaranya ‘, kakang ( kakak ) kawah ( ketuban ), adhi ( adik ) ari-ari ( plasenta ) dan sedulur papat ( saudara empat lainnya, yaitu darah dan tali pusar ), yang selama 9 bulan sudah setia menemaninya. Dan karenanya jabang bayi sadar musti menjalani hidup sendiri saja.
            Seiring dengan berjalannya waktu, manusia kecil itu pun mengetahui, ternyata ia tidak benar-benar sendiri di dunia ini. Ada keluarga, teman-teman, saudara-saudara, kolega, tetangga-tetangga, dan masih banyak lagi, tergantung kepada seberapa jauh dia menceburkan diri ke dalam jejaring pergaulan sosial. Di tengah-tengah mereka ia mendapatkan kasih sayang, perhatian, nasihat dan saran-saran, serta uang jajan. Semua tercipta dan tersedia begitu sempurna,  untuk dirinya seorang. Lama-lama tubuh yang dulu mungil kini tinggi menjulang. Dan tiba saatnya ia melangkahkan kaki keluar rumah.
            Ketika anak-anak tumbuh dewasa dan mengenal dunia luar, maka sadarlah ia hanya sebiji kuku hitam. Alam raya ternyata menawarkan kebebasan untuk memilih antara jalan gelap dan terang. Namun, karena ia anak kemarin sore yang imut dan lugu, maka sebersit keraguan merongrong dirinya. Jalan mana yang musti dipilih ? Jalan terang yang sesuai dengan norma-norma dan nasihat orang tua, ataukah jalan gelap yang ( mungkin ) menyimpan misteri dan maksiat ?  
            Di sekelilingnya ia dikepung teman sebaya yang sama-sama kebingungan, dan juga ketakutan. Takut tidak memperoleh pengakuan atas keberadaan mereka sebagai manusia setengah anak-anak, ataukah manusia setengah dewasa, atau malah setengah manusia sama sekali. Sekelompok ABG gagal mengatasi ketakutannya sendiri dan imbas langsungnya adalah kehilangan keyakinan atas kemampuannya untuk meraih pengakuan dari teman sekelas, teman satu geng dan pacar teman. Mereka yang meratapi kegagalannya menanam, memupuk dan bahkan berburu untuk menemukan bibit pohon jati diri untuk tumbuh dewasa akhirnya memilih jalan pintas destruktif berupa narkobis, balapan liar, tawuran massal, penggerebekan ini itu, kalau tidak membunuhi sesama makhluk hidup yang tak berbicara dengan bahasa manusia, misalnya hutan hujan atau lumba-lumba Kalderon ( seperti yang dilakukan ABG laki-laki setiap tahun di Denmark dalam rangka mendemonstrasikan kejantanan mereka ).
           
Us ( are not ) Vs Them
Mantan presiden RI pertama, Soekarno, tercatat dalam sejarah dunia sebagai pemimpin pemberani meskipun ngluruk tanpo bolo ( menyerang sendirian ), saat beliau menyatakan Indonesia keluar dari keanggotaan PBB pada 7 Januari 1965.  Pemerintah Soekarno menganggap PBB telah menjadi boneka Imperialisme dan neo-kolonialisme Amerika dan sekutunya.  Malaysia diterima sebagai anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB, yang mana adalah posisi incaran hampir setiap negara di dunia hingga saat ini. Bung Karno berasumsi bahwa Malaysia adalah negara boneka bikinan negara-negara Barat yang hendak memecah belah persatuan orang-orang Asia Tenggara, untuk kemudian menguasai tanah milik kaum bumiputra dan mengambil alih kekayaan alamnya. Bung Karno berkata, "PBB dalam susunannya yang sekarang tidak mungkin dipertahankan lagi. Dengan menguntungkan Taiwan dan merugikan RRC (waktu itu Cina diwakili oleh Taiwan), menguntungkan Israel dan merugikan negara-negara Arab, PBB nyata-nyata menguntungkan imperialisme dan merugikan kemerdekaan bangsa-bangsa.” Tapi itu kan dulu …
Entah karena aus termakan waktu atau mungkin ada faktor x lain, keberanian setinggi langit itu menurun sedikit demi sedikit tergerus waktu. Mungkin akan lenyap sama sekali sebelum salah satu pemimpin dan calon pemimpin kita tertular ‘ virus Soekarno ‘ yang pernah sangat menegakkan bulu kuduk pemimpin-pemimpin negara Barat. Jangan kita salah mempersepsikan keberanian dengan bondo ( modal ) nekat, haus darah dan kekerasan, karena waktu berjalan ke depan, wajah dunia berubah dan kalau untuk sekedar main tembak-tembakan bisa kita main airsoft gun atau Point Blank.
Dalam bidang pelestarian lingkungan hidup keberanian adalah menindak tegas industri milik pengusaha lokal maupun  asing yang terbukti mencemari lingkungan dan melanggar AMDAL. Dalam bidang industri, keberanian adalah membela nasib kaum pekerja di industri milik investor asing, diantaranya adalah dengan memastikan apakah mereka menerima upah sesuai UU atau malah kurang. Dalam bidang hukum, keberanian adalah menghukum seberat-beratnya para koruptor sebelum tiang devisa, APBN, APBD dan sejenisnya rontok dimakan rayap.
Maka, bukanlah semata-mata kesalahan negara tetangga melecehkan eksistensi kita. Mungkin dalam benak mereka berpikir, Indonesia nyaris abai terhadap nasib pekerja migran, apalagi kepada hal-hal besar lainnya seperti batas wilayah, sumber daya alam, penegakan hukum dll. Jadi tidak masalah semisal mereka hendak mencuri-curi ikan di laut kita sedikit-sedikit, atau bermain tangan sedikit kasar kepada pekerja rumah tangga yang berasal dari Indonesia, atau menjiplak sedikit dari karya-karya peninggalan leluhur kita yang sudah terlupakan. Ingat, maling amatiran tidak memulai aksi perdana mereka di tempat-tempat berkeamanan maksimum seperti bank maupun toko perhiasan, melainkan barang-barang dan tempat sepele yang nyaris luput dari perhatian misalnya jemuran, sandal dan kotak amal di tempat ibadah.  Mencuri memang haram hukumnya. Tapi  lebih celaka lagi tuan rumah yang sering tidak ingat dan waspada.

Tidak Hilang, Tetapi Belum Bertemu
            Televisi, radio dan internet sering dipersalahkan oleh kaum pendidik dan orang tua atas perilaku menyimpang anak-anak dan remaja. Mereka bilang betapa liarnya anak-anak zaman sekarang dibandingkan zaman mereka dulu. Dan betapa sudah bergesernya nilai-nilai kesopanan dan tata krama dari perilaku mereka. Sangat tidak mencerminkan sosok manusia Indonesia yang berbudaya, padahal mereka adalah generasi penerus bangsa. ( Nggak gitu-gitu amat kali, Pak, Bu. Coba bayangkan kalau Mark Zuckerberg, perancang Facebook itu ternyata lahir 10-20 tahun lebih awal, yaitu di masa Anda-anda jadi ABG. Apa iya masih terkendalikah kelakuan Anda ? ).
            Pertanyaannya sekarang orang Indonesia yang benar tindak tanduknya harus bagaimana ? Budaya Indonesia itu yang seperti apa sih ? Lalu, mengapa bahasa ibu kita berbeda ? Leluhur orang Indonesia datang dari mana ? Apa ajaran peninggalan leluhur kita ? Kira-kira bagaimana wujud kepulauan ini pada zaman dahulu kala, zaman sebelum berdirinya kerajaan pertama, Kutai dan Tarumanegara ? Apa benar penghuninya adalah meganthropus paleojavanicus, pithecantropus erectus, homo soloensis dan homo wajakensis ? Kalau memang ya jawabannya, pantaslah susah diatur orang-orang Indonesia ini. Lha wong keturunan munyuk …
            See, betapa tipisnya dinding pembatas antara manusia, yang belum berhasil mengenali dan menemui jati dirinya, dengan binatang. Anda boleh berlega hati karena volume otak bintang lebih kecil daripada manusia, sehingga mereka tidak punya alternatif teknis untuk bertindak selain daripada dorongan nalurinya. Sedangkan Anda manusia punya dua pilihan, yang mana satu sama lain bertentangan (  ya atau tidak, jujur atau bohong, dst. ) dan masing-masing meminta konsekuensi yang berbeda pula.  Orang jujur memang tidak selalu mujur. Namun kedok si pembohong lama-lama menumpuk sehingga ia lama-lama lupa bagaimana wajah aslinya. Anda boleh mengatakan si tetangga itu Malingsia, namun toh mereka  ‘ jujur ‘ menuliskan sejarah kelam yang pernah terjadi disana, antara lain kerusuhan rasial 13 Mei 1969, berikut faktor pemicu, jumlah korban jiwa dan harta benda, dan pihak mana saja yang terlibat. Sedangkan hingga 10 tahun ini kita masih belum bisa mengakses secara terperinci topik Insiden Mei 1998 dari Wikipedia. Di situs ensiklopedia bebas itu tertulis ‘ Masalah sensitif tanpa referensi ‘ .
             Mengapa harus kita menyalahkan anak-anak remaja atas hilangnya identitas kebangsaan mereka, sedangkan kita kaum terdahulu belum juga bisa menemukan, bahkan mencari identitas kebangsaan itu yang seperti apa wujud dan baunya ?  Kita terlalu takut untuk berhenti berbohong, dan mengakui kalau kita sudah berbohong.    Topeng kewibawaan, norma-norma dan doktrin-doktrin tiada jemu-jemunya kita pasang sebagai perisai agar konsekuensi kejujuran tidak bisa melukai kita. Ok, dalih keamanan dan stabilitas nasional adalah argumen paling masuk akal untuk menjawab ketidakperluan pengungkapan kebohongan publik dan sejarah , dan dikhawatirkan memicu gonjang ganjing nasional suatu masa nanti. Jadi mau berbohong sampai mati, begitu ?
            Ajaran Islam mengatakan, di hari Idul Fitri manusia akan terlahir kembali, suci seperti bayi karena sudah di ‘putihkan’ dari dosa-dosa selama hidup di Bumi. Nah lalu siapa yang bisa mengatakan perbuatan A itu berpahala/ benar dan perbuatan B itu berdosa/ salah ? Kitab suci Al Qur’an tidak akan bisa mengatakan apa-apa kecuali kita yang bersuara membaca isinya, dan memahami maknamya. Dalam artian, pertama-tama adalah suara hati Andalah yang akan menuntun jiwa berketurunan kera itu untuk mengerti dan mengakui kebenaran dan kesalahan. Untuk melepas kedok dan kemudian membukakan mata untuk melihat cahaya. Untuk berjalan dalam terang dan meraih cita-cita. Untuk akhirnya menemui siapa Anda-anda sesungguhnya.
           
            Selamat Mencari !